Cukai Naik 23 Persen, Pengusaha Rokok Keberatan

- Sabtu, 14 September 2019 | 19:12 WIB
Petani memanen tembakau di Desa Ngale, Pilangkenceng, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Sabtu (7/9/2019)(ANTARA FOTO/Siswowidodo)
Petani memanen tembakau di Desa Ngale, Pilangkenceng, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Sabtu (7/9/2019)(ANTARA FOTO/Siswowidodo)

Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) menilai kenaikan tarif cukai rokok sebesar 23 persen dan harga jual eceran rata-rata 35 persen pada 2020, akan memberatkan industri hasil tembakau.

Ketua Umum Perkumpulan GAPPRI Henry Najoan menegaskan, pihaknya belum pernah mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai keputusan strategis. Industri hanya mendapatkan informasi naiknya kisaran 10 persen.

Kebijakan kenaikan tersebut, membuat industri hasil tembakau harus menyetor cukai kira-kira sebesar Rp185 triliun, belum termasuk pengenaan pajak rokok sebesar 10 persen dan PPN dari harga jual eceran sebesar 9,1 persen.

"Dengan demikian setoran kami ke pemerintah bisa mencapai Rp200 triliun. Belum pernah terjadi kenaikan cukai dan harga jual eceran yang sebesar ini," katanya.

Kemenkeu menetapkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau sebesar 23 persen serta harga jual eceran menjadi rata-rata 35 persen mulai 2020 yang akan diberlakukan sesuai Keputusan Presiden.

Kebijakan tarif cukai dan harga banderol mempertimbangkan beberapa hal, antara lain jenis hasil tembakau (buatan mesin dan tangan), golongan pabrikan rokok (besar, menengah, dan kecil), jenis industri (padat modal dan padat karya) serta asal bahan baku (lokal dan impor).

Besaran kenaikan tarif dan harga banderol itu dikenakan secara berjenjang dimana tarif dan harga jual eceran Sigaret Kretek Tangan (SKT) lebih rendah daripada Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SKM).

Adanya kenaikan ini, penerimaan cukai yang dalam RUU APBN Tahun Anggaran sebesar 2020 ditargetkan sebesar Rp179,2 triliun diharapkan bisa tercapai.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X