Dianggap Rugikan Negara, Erick Thohir Digugat Karyawan Pertamina 

- Senin, 20 Juli 2020 | 17:04 WIB
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir. (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto).
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir. (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto).

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir digugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat oleh karyawan PT Pertamina (Persero) yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB).

FSPPB menilai, Menteri BUMN dan Direksi Pertamina telah mengeluarkan keputusan sepihak yang bukan saja merugikan pekerja Pertamina, namun juga melakukan peralihan aset dan keuangan negara yang dikelola Pertamina.

Gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap Menteri BUMN dan Direksi Pertamina itu diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui pendaftaran online (e-court), Senin (20/7/2020). FSPPB kemudian menunjuk Firma Hukum Sihaloho & Co sebagai kuasa hukum.

Dalam siaran pers yang diterima, (20/7/2020), Kepala Bidang Media FSPPB Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa mengatakan, pada Juni 2020 lalu, Menteri BUMN menerbitkan keputusan tentang Pemberhentian, Perubahan Nomenklatur Jabatan, Pengalihan Tugas dan Pengangkatan Direksi Pertamina.

Hal itu diikuti dengan Surat Keputusan Direktur Utama Pertamina tentang Struktur Organisasi Dasar Pertamina (Persero), yang ditandai dengan pembentukan lima Subholding Pertamina.

Menurut Marcellus, sebagai perwakilan seluruh Serikat Pekerja di lingkungan Pertamina, FSPPB tidak pernah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan tersebut.

Padahal, penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan perubahan bentuk Badan Hukum Perseroan Terbatas wajib memperhatikan kepentingan karyawan, yang diwakili Serikat Pekerja, sebagaimana diatur hukum dan perundangan-undangan.

-
Ilustrasi karyawan BUMN Pertamina. (Instagram/@pertamina)

Pengurus Bidang Hubungan Industrial dan Hukum FSPPB Dedi Ismanto mengatakan, Keputusan Menteri BUMN dan Direktur Utama Pertamina diatas, tidak hanya dinilai merugikan pekerja karena jabatan, hak, kewajiban dan status kepegawaian yang berubah.

Keputusan itu juga mengakibatkan peralihan keuangan dan aset-aset negara, yang sebelumnya dikuasai Pertamina (Persero) berubah kedudukannya menjadi dikuasai anak-anak perusahaan Pertamina (Subholding).

“Dan yang sangat mengkhawatirkan adalah, anak-anak perusahaan Pertamina itu akan diprivatisasi atau denasionalisasi dalam waktu dekat ini,” ujar Dedi dalam kesempatan yang sama. 

Dedi juga menjelaskan, jika semua skenario Menteri BUMN dan Direktur Utama Pertamina itu berjalan, maka negara akan berbagi kekuasaan dengan swasta, termasuk investor asing dalam seluruh rantai usaha Pertamina. Mulai dari hulu, pengolahan, distribusi dan pemasaran, hingga pasar keuangan. Dalam hal ini, kedaulatan energi nasional dipertaruhkan.

Sementara itu, Kuasa Hukum FSPPB Janses Sihaloho dari Firma Hukum Sihaloho & Co mengatakan, privatisasi Subholding Pertamina jelas sangat berdampak bagi masyarakat luas. Penentuan harga BBM dan LPG misalnya, tidak lagi akan mempertimbangkan daya beli masyarakat luas.

“Karena status kepemilikannya sudah berubah, kebijakan tidak lagi murni ditentukan negara. Pasti akan dipengaruhi kepentingan  pemegang saham lainnya, termasuk investor asing,” kata Janses.

-
Ilustrasi Kantor Pusat Pertamina. (Wikimapia)

 

Halaman:

Editor: Edi Hidayat

Tags

Rekomendasi

Terkini

X