Pilkada Digelar saat Pandemi, Negara Dinilai Tak Hadir dalam Melindungi Kesehatan Rakyat

- Rabu, 23 September 2020 | 15:13 WIB
Ilustrasi Pilkada 2020. (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal).
Ilustrasi Pilkada 2020. (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal).

Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Ujang Komaruddin menyayangkan dan prihatin atas keputusan pemerintah yang tetap melanjutkan pergelaran pemilihan kepala daerah (Pilkada) dilangsungkan 9 Desember mendatang.

Meski penolakan penyelenggaraan Pilkada di tengah pandemi Covid-19 telah dilontarkan oleh berbagai macam pihak, misalnya epidemiolog, organisasi masyarakat, seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan Wakil Presiden RI ke 10 dan 12 Jusuf Kalla

“Pemerintah yang harusnya mendengar aspirasi rakyat, ormas, dan lain-lain justru mengabaikan aspirasi itu,” ucap Ujang kepada Indozone, Rabu (23/9/2020).

Jikalau Pilkada 2020 di tengah pandemi Covid-19 yang belum berakhir tetap dilaksanakan. Maka, menurut Ujang yang paling dirugikan dan menjadi korban dalam kontestasi politik tersebut adalah masyarakat itu sendiri.

“Dengan dipaksakannya pelaksanaan Pilkada di Desember, rakyat yang akan jadi korban. Rakyat yang paling dirugikan. Rakyat hanya menjadi objek politik elite yang punya kekuasaan,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Ujang menyebutkan bahwa kondisi masyarakat saat ini yang sedang menjalani kehidupan di tengah kasus Covid-19 merupakan keadaan yang menyulitkan, ditambah lagi dengan kekhawatiran terpapar virus Corona saat Pilkada 2020.

“Negara tak hadir dalam melayani dan melindungi kesehatan dan nyawa warganya. Buktinya Pilkada tetap akan dilaksanakan di tengah pademi, dan itu rakyat yang akan mati satu persatu,” tutup Ujang.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Edi Hidayat

Tags

Rekomendasi

Terkini

Berawal Saling Tatap, ODGJ Bacok Tetangga di Kepala

Selasa, 23 April 2024 | 19:30 WIB
X