Pandangan orang-orang terhadap sesajen atau sesaji secara umum berbeda-beda, tergantung latar belakang keyakinan, pendidikan, wawasan, dan ideologi.
Orang-orang agamais-fundamentalis biasanya akan menganggapnya sebagai bentuk kesesatan, kemusyrikan, atau pemberhalaan; sementara orang sekuler liberal pada umumnya akan memandangnya sebagai bentuk tradisi saja.
Di kaki Gunung Semeru, tepatnya di Desa Sumbersari, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, baru-baru ini seorang pria berjanggut membuang sesajen yang diletakkan warga sambil meneriakkan takbir.
"Ini yang membuat murka Allah. Jarang sekali disadari bahwa inilah (sesajen) yang justru mengundang murka Allah, hingga Allah menurunkan azabnya," kata pria tersebut, sebagaimana terlihat dalam video yang beredar.
Sementara di Denpasar, Bali, sesajen justru membuat seorang pejabat terjerat kasus korupsi.
Ya, dia tak lain adalah Kepala Dinas Kebudayaan Denpasar nonaktif, I Gusti Ngurah Bagus Mataram. Dia diadili atas kasus korupsi pengadaan barang berupa aci-aci dan sesajen untuk desa adat senilai Rp1 miliar.
Dalam perkara ini, Ngurah Bagus Mataram terlibat dalam dugaan kasus korupsi pengadaan barang berupa aci-aci dan sesajen untuk desa adat, banjar adat, dan subak di wilayah kelurahan se-Kota Denpasar tahun anggaran 2019-2020.
Menurut Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara dari BPKP Perwakilan Provinsi Bali, jumlah kerugian negara akibat perbuatan Ngurah Bagus adalah Rp1.022.258.750.
"Dalam dakwaan yang disusun oleh JPU yaitu alternatif subsidaritas yaitu kesatu primair Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 atau Kedua Pasal 12 huruf H jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP," kata Kepala Seksi Intel Kejari Denpasar, I Putu Eka Suyantha, dikutip dari Antara.