Menjalankan ibadah puasa Ramadhan menjadi tantangan tersendiri bagi seorang muslim saat tengah merantau ke negeri orang. Kebiasaan hingga tradisi ramadhan yang ada di Indonesia tentu enggak bisa dirasakan ketika merantau.
Seperti yang dialami oleh Tim IDZ Creators, Susi Fatimah yang tengah merantau di Washington DC, Amerika Serikat. Menurut Susi, menjalankan ibadah puasa di Amerika rasanya seperti ada yang kurang. Ia enggak pernah lagi mendengar suara lantunan adzan dari masjid atau musala-musala seperti ketika di Indonesia.
Masjid di Amerika enggak mengumandangkan adzan keras-keras seperti di Indonesia. Suara adzan hanya bisa terdengar oleh jemaah yang ada di dalam masjid tersebut. Untuk menyiasati kerinduan suara adzan dan sebagai pengingat waktu salat, Susi memilih men-download aplikasi bagi umat muslim yang berisi jadwal salat hingga lantunan adzan.
Kerinduan berikutnya, menurut Susi, adalah tradisi membangunkan sahur ala Indonesia. Saat masih tinggal Indonesia, Susi selalu dibangunkan oleh bunyi-bunyian gendang yang dilakukan oleh anak-anak hingga para remaja masjid. Mereka enggak pernah absen membangunkan warga untuk sahur.
Sementara sejak menetap di Amerika, tradisi itu enggak lagi ia temukan. Susi pun memilih memasang alarm sebagai pengingat waktu sahur.
Selain itu, lanjut Susi, kebiasaan berburu takjil ramadhan juga jadi momen yang ia rindukan. Biasanya Susi dan teman-teman kerjanya di kantor dulu, sering berburu takjil jelang berbuka puasa.
Menu seperti kolak pisang, gorengan, hingga es buah jadi incaran untuk berbuka puasa. Namun kini di Amerika, Susi harus membuat takjil sendiri di rumah.
"Kadang saya buat gorengan dan kolak sendiri untuk mengobati rasa kangen," katanya.
Hal lain yang enggak bisa dirasakan yaitu momen salat tarawih berjamaah di masjid. Sebab jumlah masjid di Amerika enggak banyak dan lokasinya pun cukup jauh. Untuk menyiasati itu, Susi dan suami serta teman-temannya memilih salat tarawih berjamaah di rumah.
"Kami pilih salat tarawih di rumah. Kalau ke Masjid Imaam Center (masjid yang didirikan pemerintah Indonesia) lokasinya 1,5 jam dari rumah. Lumayan jauh perjalananya ke sana," kata Susi.
Meski kehilangan banyak momen seru ramadhan, Susi tetap bersyukur karena silaturahmi antar sesama warga Indonesia di area tempatnya tinggal kini cukup kuat. Ia sudah beberapa kali mengikuti buka puasa bersama dengan sesama WNI. Salah satunya dengan para mahasiswa yang tengah kuliah di Washington DC hingga jemaah Masjid Imaam Center.
Menu makanan khas Indonesia pun disajikan untuk mengobati rasa kangen Tanah Air seperti bakwan, kue kelepon, dadar gulung, es buah, rendang sapi, hingga coto Makassar.
Lumayan, rasa rindu Tanah Air pun bisa terobati.