Sejarah Hari Raya Idul Adha dan Awal Mula Kurban dalam Islam

- Kamis, 23 Juli 2020 | 15:02 WIB
Proses penyembelihan hewan kurban (ANTARA/HO Pemkot Bogor)
Proses penyembelihan hewan kurban (ANTARA/HO Pemkot Bogor)

Idul Adha atau disebut Hari Raya Haji setiap tahunnya dirayakan umat Muslim di seluruh dunia, tepatnya pada tanggal 10 Dzulhijjah.

Disebut 'Hari Raya Haji' atau 'Lebaran Haji' karena pada hari itu, kaum Muslimin yang sedang menunaikan haji di Tanah Suci melakukan wukuf di Padang Arafah. Mereka semua mengenakan pakaian serba putih yang disebut pakaian ihram.

Perayaan Idul Adha juga sering disebut dengan Hari Raya Qurban. Seperti halnya peristiwa penting yang lainnya, sejarah Idul Adha dalam agama Islam tentu ada.

Sejarah Idul Adha berkaitan dengan peristiwa kurban, yaitu ketika Nabi Ibrahim alaihi salam (as) bersedia mengorbankan putranya sendiri Ismail, untuk disembelih sebagai bentuk ketaatan beliau pada Allah Ta'ala.

Sejarah Idul Adha, Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail

-
Kurban saat Idul Adha (ANTARA FOTO M Agung Rajasa)

Asal muasal kurban yang menjadi bagian dari perayaan Idul Adha, berawal dari lahirnya Nabi Ibrahim as. Pada waktu Nabi Ismail mencapai usia remaja, Nabi Ibrahim as mendapat mimpi di suatu malam.

Dalam mimpi tersebut, Nabi Ibrahim as menerima wahyu dari Allah SWT. Wahyu itu berupa perintah kepada Nabi Ibrahim as untuk menyembelih Ismail, anaknya sendiri.

Dahulu, salah satu cara Allah menurunkan wahyu kepada Nabi yakni lewat mimpi. Perintah apapun yang diterima dalam mimpi itu harus dilaksanakan, begitu pula yang dilakukan Nabi Ibrahim as.

Semula memang, Nabi Ibrahim as sempat gundah gulana lantaran ia harus menyembelih puteranya sendiri. Tapi berlandaskan rasa cinta dan taat kepada Allah, ia pun kemudian berlapang dada untuk 'mengurbankan' anaknya.

Dengan berat hati, Nabi Ibrahim mendatangi Ismail untuk menyampaikan perintah Allah bahwa ia harus menyembelih puteranya.

Begitu selesai menyampaikan maksud tersebut, Nabi Ibrahim sungguh tidak menyangka bahwa Ismail justru mengamini perintah Allah dalam mimpi ayahnya itu.

Tanpa merasa takut atau bahkan marah kepada ayahnya, Ismail lantas mengiyakan dan menerima perintah Allah tersebut dengan begitu ikhlas.

"Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: 'Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!'. Ia menjawab: 'Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar'." (Q.S As-Saffat ayat 102)

Ismail ikhlas untuk disembelih dengan memberi empat permintaan kepada Nabi Ibrahim. Ia berkata,

"Aku hanya meminta dalam melaksanakan perintah Allah itu, agar ayah mengikatku kuat-kuat supaya aku tidak banyak bergerak sehingga menyusahkan ayah. Kedua agar menanggalkan pakaianku supaya tidak terkena darah yang akan menyebabkan berkurangnya pahalaku dan terharunya ibuku bila melihatnya.

Halaman:

Editor: Administrator

Terkini

Makna dan Kegunaan 7 Sakramen dalam Gereja Katolik

Selasa, 26 Maret 2024 | 08:15 WIB

4 Peran Kerjasama Pendidikan oleh Negara ASEAN

Kamis, 21 Maret 2024 | 18:15 WIB
X