Keren! Terompet Reog Buatan Mahasiswa Ponorogo Sukses Merajai Pasar Internasional

- Rabu, 12 Oktober 2022 | 12:43 WIB
Mahasiswa jago bikin terompet reog (Z Creators/Gayuh Satria)
Mahasiswa jago bikin terompet reog (Z Creators/Gayuh Satria)

Seorang mahasiswa asal Desa Nambangrejo, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Ponorogo sukses menekuni pembuatan terompet, bahkan terompet buatannya mampu merajai pasar internasional.

Dia adalah Rahmat Septian, pemuda 26 tahun mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta ini sudah mahir membuat terompet untuk kesenian Reog sejak masih belajar di SMK. Bahkan sudah sejak SMP pula ia mahir bermain terompet dan selalu menjadi pemain terompet setiap acara pagelaran Reog.

-
Mahasiswa pembuat terompet reog (Z Creators/Gayuh Satria)

Saat ditemui di rumahnya, Rahmat tampak mahir dalam memahat kayu yang menjadi ujung terompet, atau sering juga disebut petor. Kayu yang dipahat oleh Rahmat juga bukan kayu sembarangan, melainkan harus dari jenis sono keling, jati, atau kayu yang sudah mulai langka, yakni jenis kayu mentaos.

“Jenis kayu ini juga berpengaruh terhadap kualitas suara terompet, mempunyai karakter tersendiri tergantung keinginan peniupnya,” kata Rahmat.

Dalam pembuatan terompet ini, Rahmat hanya mengerjakan seorang diri, bahkan tak jarang ia juga harus berburu bambu sebagai bahan ‘watangan’. Watangan sendiri adalah bagian terompet yang memiliki lima lubang, dimana lubang ini digunakan untuk memainkan nada dalam mengiringi musik reog. 

-
Proses pembuatan terompet reog (Z Creators/Gayuh Satria)

Uniknya dalam melubangi watangan, Rahmat sama sekali enggak menggunakan mesin bor, melainkan menggunakan besi yang dipanasi di atas kompor kemudian ditusukkan ke bambu hingga berlubang. Bahkan tak jarang ia melakukan atraksi dengan menjilat besi panas yang digunakan untuk melubangi bambu. 

“Kalau menggunakan mesin bor beresiko bambu pecah,” ujar Rahmat. 

-
Menggunakan bambu jenis wulung (Z Creators/Gayuh Satria)

Bambu yang ia pilih pun adalah bambu jenis ‘wulung’, dimana bambu wulung memiliki ketebalan dan diameter yang sesuai untuk dijadikan watangan pada terompet reog. Bahkan diameter bambu yang ia gunakan juga enggak lebih dari 3 sentimeter. 

“Setelah petor, watangan, selanjutnya adalah pitingan, yang terbuat dari kuningan mengerucut, kemudian pada ujungnya diberi kumisan dari batok kelapa,” terang Rahmat. 

Rahmat menuturkan, terompet Reog tidak akan sempurna tanpa adanya ‘kepikan’, yang mana kepikan sendiri adalah lipatan daun lontar yang bisa menghasilkan suara ketika ditiup. Kepikan ini nantinya ditempatkan pada ujung pitingan yang selanjutnya ditiup oleh pemain terompet. 

“Karena di Ponorogo sudah tidak ada daun lontar, saya belinya melalui online,” tutur Rahmat. 

Anak ketiga dari empat bersaudara ini menambahkan jika satu bulan ia bisa menjual 20 hingga 30 terompet, dengan harga mulai Rp200 ribu hingga Rp500 ribu, tergantung dari finishing dan ukiran pada terompet. Meski penjualan terompet saat ini sangat menggiurkan, namun hanya segelintir orang yang mau menggeluti pembuatan terompet. 

Hal ini karena sulitnya menyelaraskan nada ketika terompet sudah selesai dibuat. Tak jarang terompet yang ia buat nada yang timbul kurang pas, sehingga harus dilakukan penyesuaian ulang pada lubang di bagian watangan dengan mengubah sudut kemiringannya.

“Karena saya sudah mengenal terompet ini sejak SMP, sehingga sudah hafal lubang mana yang harus disesuaikan,” imbuh Rahmat.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

Makna dan Kegunaan 7 Sakramen dalam Gereja Katolik

Selasa, 26 Maret 2024 | 08:15 WIB

4 Peran Kerjasama Pendidikan oleh Negara ASEAN

Kamis, 21 Maret 2024 | 18:15 WIB
X