Sebanyak 36 putra putri Indonesia sukses membuat 'kejutan' di Ibu Kota Amerika Serikat, Washington DC, Jumat (8/7/2022). Mereka membuat ratusan warga lokal dan turis mancanegara yang sedang melintas di kawasan jantung ibu kota langsung melirik dan memenuhi halaman Freer Plaza, National Museum Asian Art, Smithsonian, di Washington DC.
Putra-putri Indonesia yang tergabung dalam 'Tim Muhibah Angklung' ini melakukan pertunjukan musik dan tarian-tarian khas Indonesia di salah satu museum besar di Washington DC. Mereka membawakan sejumlah lagu daerah menggunakan angklung yang merupakan alat musik tradisional asal Jawa Barat.
Tak hanya itu, saat tampil mereka juga mengenakan pakaian adat dari berbagai daerah di Indonesia dengan aneka warna dan aksesori, hal ini sukses menarik perhatian pengunjung. Di antara mereka ada yang mengenakan pakaian adat khas Jawa, Kalimantan hingga Papua.
Tak berhenti sampai di situ, putra putri Indonesia asal Bandung, Jawa Barat ini juga menampilkan sejumlah tarian khas Papua dengan iringan lagu Yamko Rambe Yamko yang dibawakan oleh sekitar 10 orang dengan gerakan khasnya yang energik.
Kemudian, dua orang remaja luwes melakukan gerakan Tari Janger khas Bali. Nampak gerakan tubuh penari sangat gemulai serta lirikan mata yang jadi ciri khas tarian ini, semakin membuat penonton berdecak kagum.
Mayoritas warga lokal dan turis sudah tahu kalau tarian ini berasal dari Bali, karena pesona Bali yang sudah menyebar di dunia.
Pengunjung kembali dibuat terpukau oleh puluhan remaja yang menampilan Tari Badinding khas Sumatera Barat. Para penari nampak kompak melakukan gerakan-gerakan tarian dari yang semula lambat hingga akhirnya semakin cepat. Sontak hal ini membuat pengunjung kagum dan bertepuk tangan melihat aksi mereka.
Setelah puas disajikan tarian-tarian daerah, ratusan pengunjung ini kembali dibuat kagum oleh aksi putra putri Indonesia yang bermain angklung.
Mereka membawakan tiga buah lagu menggunakan alat musik asal Jawa Barat ini, di antaranya lagu 'I Would do Anything for Love' dari Meatloaf, lagu 'Mamma Mia' dari Abba dan lagu 'Libiamo ne' lieti calici' dari Giuseppe Verdi.
Saat master ceremony (MC) akan menutup acara, para penonton nampak kecewa karena pertunjukan akan segera berakhir. Mereka nampak antusias dan masih ingin melihat perfomance berikutnya.
Namun sayangnya lagu 'Libiamo ne' lieti calici'dari Giuseppe Verdi menjadi pertunjukan angklung terakhir dan menutup rangkaian kegiatan Summer Festival yang diselenggarakan oleh KBRI Washington DC dan Smithsonian Institution ini.
Salah satu peserta sekaligus pelatih angklung, Rivanka Diaryzki mengatakan, untuk menampilkan persembahan maksimal ini ia bersama timnya harus berlatih selama kurang lebih 7 bulan. Mereka biasa latihan di Rumah Angklung di bawah asuhan Irma Noerhaty yang merupakan murid dari Budi Supardiman, owner Angklung Web Institut (AWI).
Rivanka menceritakan, awalnya perfomance mereka di Amerika dijadwalkan pada 2020 lalu, namun lantaran wabah Covid-19 melanda seluruh dunia, kegiatan yang diberi nama 'Journey USA' ini pun harus terhenti. Padahal mereka sudah mulai latihan sejak 2019.
Mereka pun akhirnya harus open recruitment kembali untuk para personilnya dan kembali latihan intensif sejak November 2021, hingga akhirnya mereka bisa terbang ke Amerika pada 3 Juli 2022 lalu dan menampilkan perfomance terbaik mereka.