Buat mahasiswi Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) bernama Ika Adelia Tanjung, menjadi relawan pengajar adalah sebuah panggilan jiwa. Biasa disapa Ika, ia merasa bertanggung jawab akan nasib anak-anak di kampung halamannya di pesisir Kelurahan Paya Pasir, Medan Marelan, Medan, Sumatera Utara.
Kepada Tim IDZ Creators Ika bercerita kalau seminggu sekali atau dua kali, dirinya menjadi relawan pengajar untuk anak-anak pesisir Paya Pasir. Ada tiga mata pelajaran yang ia berikan yakni Bahasa Inggris, budi pekerti dan keterampilan berupa merangkai bunga serta membuat eco brick.
Aktivitas belajar mengajar ini sudah ia lakoni sejak 2018 di belakang Museum Situs Kota Cina milik Ihwan Ahzari.
"Tak terasa sudah empat tahun ngajar anak-anak di sini," tutur Ika Adelia anak pertama dari tiga bersaudara sembari memantau muridnya.
Enggak sendiri, dalam mengajar Ika yang sering mendapat julukan Miss Ika ini dibantu oleh Miss Leni dan tiga asisten pengajar bernama Siti, Indah dan Annisa, yang merupakan warga sekitar museum.
Ika Adelia mengaku ikhlas mengajar anak-anak pesisir tanpa dibayar sepeser pun. Sebaliknya ia justru meminta anak didiknya untuk menabung sepekan sekali saat pertemuan tiba.
Ketika banyak yang menghindari pertemuan di masa pandemi Covid-19, Ika justru makin bersemangat mengajar. Karena ia ingin membudayakan anak-anak didiknya untuk menerapkan protokol kesehatan, seperti mengunakan masker, cuci tangan dan jaga jarak.
Perjuangan enggak selalu mulus, suka duka sering Ika alami. Misalnya dari 40 anak didiknya, Ika mengaku sering mengajar hanya beberapa anak saja. Sejumlah lainnya kadang hadir dan sebagian lainnya sibuk dengan aktivitas mereka.
”Gak nentu kadang banyak yang datang, kadang sikit," katanya.
Itu enggak seberapa, bahkan Ika pernah mengajar di tengah air pasang sehingga anak-anak terpaksa belajar beralas tikar.
"Biasa kami belajar di sanggar belakang, karena air pasang jadi kami belajar di teras museum," ucap pengajar berjilbab ini.
Ika juga menuturkan, bahwa air pasang enggak hanya merendam tempat belajar namun juga tempat mereka berteduh sehari-hari.
Peristiwa itu kata Ika, terjadi sejak sungai-sungai di Paya Pasir ditimbun dengan pasir dan beralih fungsi jadi pabrik-pabrik milik nonpribumi.
"Semenjak itu Kelurahan Paya Pasir ini sering banjir dan air pasang," ucap Ika.