Angka Stunting Masih Tinggi di Indonesia Timur, Apa Sebabnya?

- Jumat, 28 Februari 2020 | 20:28 WIB
Stunting di Indonesia Timur masih tinggi (FREEPIK)
Stunting di Indonesia Timur masih tinggi (FREEPIK)

Indonesia Bagian Timur disebut memiliki angka stunting yang terbilang tinggi ketimbang Indonesia bagian Barat dan Tengah. Penyebabnya adalah adanya gap (jarak) ketersediaan tenaga kesehatan, akses pelayanan kesehatan yang masih kurang baik, hingga fasilitas pelayanan kesehatan yang masih kurang. 

"Kalau lihat data dari Provinsi kan memang wilayah Indonesia Timur paling tinggi (kasus stunting). Paling nyata hal ini disebabkan karena adanya kesenjangan, mulai dari tingkat ekonomi, pendidikan, hingga ke pelayanan kesehatan," ujar Penanggung Jawab Divisi Kesehatan Dompet Dhuafa, Yeni Purnamasari, menjawab pertanyaan INDOZONE seusai diskusi tentang 'Kerawanan Pangan dan Tantangan Stunting Anak Indonesia' yang diselenggarakan Dompet Dhuafa di Jakarta, Jumat (28/2/2020). 

Terkait penanganan masalah stunting di Indonesia, Yeni menilai upaya yang dilakukan pemerintah sebenarnya sudah cukup baik. Sebut saja Bappenas dengan roadmap pembebasan stunting-nya. Meski demikian, masalah stunting menurutnya merupakan masalah bersama, yang mana hal itu bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, melainkan juga seluruh elemen bangsa. 

-
Ilustrasi stunting (Freepik)

"Sebenarnya secara general, pemerintah melakukan skala prioritas dan belum ke semua provinsi yang ada kasusnya. Kalau dibilang cukup artinya pemerintah memprioritaskan daerah tertentu, maka daerah-daerah prioritas itu sendiri memerlukan banyak pihak yang bekerjasama di dalamnya. Dompet Dhuafa, Unicef dan beberapa NGO sudah mulai bergabung dengan Pemda, karena memang banyak daerah yang belum terjangkau. Jadi kalau dibilang cukup, strateginya sudah ada, tinggal implementasinya di lapangan," jelasnya. 

Yeni memastikan, Dompet Dhuafa sendiri telah berkomitmen untuk membantu program pemerintah menanggulangi masalah stunting ini. Bentuk upaya nyata dari Dompet Dhuafa sendiri antara lain adalah mengisi kesenjangan dari program-program anti stunting yang sudah dijalankan pemerintah. 

"Artinya upaya yang sudah dilakukan pemerintah, dan apa yang belum bisa dilakukan pemerintah di daerah-daerah yang mungkin tidak terjangkau, ini menjadi komitmen kita. Kemudian akses layanan di satu prioritas kita yang juga kita lakukan, serta Dompet Dhuafa sedang menggagas suatu layanan yang terintegrasi. Jadi nanti bukan hanya kesehatan, tapi ada pemberdayaan ekonomi, pendidikan," pungkasnya. 

Sebagaimana diketahui, pada 2018, terdapat 92 Kabupaten-Kota dengan prevalensi stunting balita lebih dari 40 persen, dengan yang tertinggi adalah Kab. Nias (61,3 persen), Kab. Dogiyai (57,5 persen), Kab. Timor Tengah Utara (56,8 persen), Kab. Timor Tengah Selatan (56,0 persen), Kab. Waropen (52,6 persen) dan Kab. Pangkajene dan Kepulauan (50,5 persen).

Pada saat yang sama, 206 Kabupaten-Kota memiliki prevalensi stunting antara 30-40 persen. Dengan kata lain, 58 persen Kabupaten-Kota di seluruh Indonesia menghadapi masalah prevalensi stunting yang serius, lebih dari 30 persen. Hanya 34 Kabupaten-Kota yang pada 2018 tercatat memiliki prevalensi stunting dibawah 20 persen.


Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

10 Dampak Negatif Polusi Udara Terhadap Kesehatan

Selasa, 26 Maret 2024 | 06:20 WIB
X