Hasil Studi: Masalah Keluarga Jadi Faktor Utama Hingga Beresiko Orang Bunuh Diri

- Jumat, 9 September 2022 | 13:36 WIB
Ilustrasi seseorang mengalami depresi (Pixabay)
Ilustrasi seseorang mengalami depresi (Pixabay)

Masalah keluarga, masalah keuangan dan kesepian termasuk faktor risiko orang melakukan bunuh diri, demikian diungkap hasil penelitian yang dilakukan Emotional Health for All Foundation (EHFA), Kementerian Kesehatan dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Studi yang diklaim terbesar tentang bunuh diri di Indonesia itu menghadirkan lebih dari 100 jam wawancara mendalam untuk melakukan investigasi beragam aspek bunuh diri di Indonesia.

“Kami menganalisis data dari pemerintah, termasuk survei desa potensi, dan data kepolisian, dimana hasil dan rekomendasinya kami sampaikan pada kesempatan ini,” ujar Ketua EHFA Dr. Sandersan Onie melalui siaran persnya, Jumat (9/9/2022).

Hasil temuan menunjukkan angka kejadian bunuh diri di Indonesia yang tidak dilaporkan diperkirakan lebih dari 300 persen, atau angka sesungguhnya bisa minimal empat kali lipat dari yang dilaporkan.

"Hal ini merupakan prosentase tertinggi dari jumlah kejadian yang dilaporkan secara nasional di dunia,” ungkap Sandersan seperti yang dilansir Antara.

Menurut studi, laporan yang tidak tercatat karena beragam alasan termasuk perbedaan standar dan sistem pencatatan bunuh diri di rumah sakit, serta banyak keluarga masih menyembunyikan kejadian bunuh diri akibat rasa malu dan stigma masyarakat.

Hasil riset juga menunjukkan provinsi dengan kejadian bunuh diri tertinggi yakni di Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Bali, Maluku Utara dan Kepulauan Riau.

Sedangkan provinsi dengan tingkat upaya bunuh diri tertinggi ditemukan di Sulawesi Barat, Gorontalo, Bengkulu, Sulawesi Utara dan Kepulauan Riau.

“Untuk setiap kematian akibat bunuh diri, kemungkinan terdapat 8-24 kali upaya percobaan bunuh diri, dengan penyebab tertinggi diakibatkan oleh tekanan psikologis, penyakit kronis dan masalah keuangan,” ujar Sandersan.

Menurut studi, komunitas; akses ke perawatan psikologis; serta agama dapat menjadi faktor protektif yang dapat mencegah terjadinya bunuh diri.

Selain itu, kelompok-kelompok independen yang juga berperan dalam beberapa upaya pencegahan bunuh diri.

Namun mayoritas upaya tersebut tidak maksimal, tidak terkoordinasi dan seringkali tidak didasarkan pada penelitian kontekstual yang baik.

Rekomendasi

Sandersan menyampaikan, sebagai upaya pengembangan program “Strategi Pencegahan Bunuh Diri Nasional” yang dimulai pada 2021 dan dilaksanakan secara kolaboratif antara Direktorat Kesehatan Jiwa dan Pengendalian NAPZA Kementerian Kesehatan, WHO Indonesia dan EHFA, tim Peneliti merekomendasikan sejumlah langkah rekomendasi.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

X