Langkah Pertama Antisipasi Bunuh Diri, Peduli dengan Orang Sekitar

- Senin, 10 Oktober 2022 | 17:02 WIB
Ilustrasi orang depresi yang butuh kepedulian orang sekitar. (Unsplash)
Ilustrasi orang depresi yang butuh kepedulian orang sekitar. (Unsplash)

Memutuskan mengakhiri hidup dengan bunuh diri, tentu bukanlah jalan keluar yang terbaik. Sebab, hal itu dapat menimbulkan berbagai masalah baru, dan tanda tanya besar bagi mereka yang ditinggalkan.

Menurut Psikolog klinis lulusan Universitas Gadjah Mada Zahrah Nabila Putri, mengasah kepekaan dan kepedulian dengan sesama di sekitar, menjadi upaya pertama dan penting dalam pencegahan bunuh diri.

"Dukungan dari teman sekelas, keluarga, kampus, itu penting, bisa dilakukan sebagai upaya reach out pertama (pencegahan bunuh diri)," ujar Zahrah dikutip Indozone dari Antara, pada Senin (10/10/2022).

Baca Juga: Psikolog: Gejala Depresi Ditandai dengan Munculnya Ide untuk Bunuh Diri

Sedangkan dari sisi perguruan tinggi, Zahrah menilai diperlukan adanya pemantauan untuk kondisi mahasiswa. Namun sayangnya, enggak semua fakultas atau jurusan bisa memberikan fasilitas tersebut.

"Ada check in mental health every month, misalnya, mengingat semua jurusan pasti ada stressful-nya untuk mahasiswa. Apalagi, ini adalah kondisi pascapandemi, ada adaptasi dari online ke offline lagi, adaptasi dengan orang-orang dan lingkungan baru, dan lainnya. Banyak stress factor-nya," katanya.

Namun, meski fasilitas tersebut mungkin telah disediakan pihak kampus, tantangan lainnya adalah dari individu yang dituju. Apakah ia mau untuk dibantu, apakah ia mau membagikan cerita sensitif yang dialami, dan intervensi lainnya.

Baca Juga: Berkaca dari Kasus Bunuh Diri Mahasiswa UGM, Ini Cara Orangtua Jaga Kesehatan Mental Anak

Menurut Zahrah, kelompok yang bisa dibilang rentan untuk mengalami gangguan kecemasan, depresi, hingga akhirnya mengarah ke upaya bunuh diri, adalah mahasiswa baru yang baru saja mengalami masa transisi dari sekolah ke bangku kuliah.

Lingkungan yang ia tinggali sekarang berbeda, pertemanan yang jauh lebih beragam, dan adaptasi lainnya yang mungkin dapat membuat diri sendiri menjadi kewalahan.

Untuk itu, lanjut Zahrah, kehadiran masing-masing individu diperlukan untuk satu sama lain, agar enggak merasa sendiri dan menggugah pikiran negatif.

"Ini menjadi reminder ke semua orang bahwa, ada basic needs kita sebagai manusia. Sesederhana merespons obrolan di chat, baik di group chat maupun personal. Ada yang merasa insecure karena ia tidak pernah direspons, membuat dia merasa sendiri. Kita harus menyadari ada hal-hal sederhana seperti itu yang sudah meaningful untuk orang lain," tutur Zahrah.

Baca Juga: 5 Cara Menjaga Kesehatan Mental Untuk Gen-Z dan Millennial, Gak Ribet

"Bahwa kita perlu needs untuk terkoneksi, memiliki dukungan, tema-tema seperti itu perlu untuk dihadirkan agar semua bisa bersuara dan membangun trust, dan koneksi aman di dalam pertemanan. Support pertama adalah kita yang berada di sekitar," sambungnya.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

X