Waspada! Gangguan Kecemasan Akibat Omicron Jauh Lebih Cepat Menular daripada Virusnya

- Sabtu, 19 Februari 2022 | 13:00 WIB
Ilustrasi gangguan kecemasan (Unsplash/urbazon)
Ilustrasi gangguan kecemasan (Unsplash/urbazon)

Merebaknya virus COVID-19 yang menyebabkan pandemi di seluruh dunia sejak awal sudah menimbulkan kecemasan dan ketakutan. Hingga kini perasaan gelisah akibat pandemi COVID-19 tak kunjung mereda malah makin menjadi-jadi.

Apalagi saat ini virus COVID-19 itu terus bermutasi dan varian terbarunya Omicron semakin mengganas. Hal itu tentu mengancam kesehatan, bukan hanya fisik tapi juga mental. 

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mencatat pandemi COVID-19 telah menjadi penyebab utama meningkatnya gangguan kecemasan yang timbul beberapa tahun terakhir ini. 
Baca juga: Jangan Sepele! Mual dan Diare Bisa Jadi Gejala Awal Positif Omicron
Bahkan menurut laporan RS dr. H. Marzoeki Mahdi (RSMM) Bogor, gangguan kecemasan akibat Omicron jauh lebih cepat menular ketimbang virusnya. Rasa cemas timbul sebagai respons bahwa tubuh butuh perlindungan untuk memastikan keamanan.

Reaksi emosi cemas ini positif dan baik apabila dirasakan dan direspons sewajarnya. Tetapi apabila direspons secara  berlebihan atau reaktif akan menyebabkan suatu gangguan cemas (ansietas), yang ditandai dengan gejala-gejala sebagai berikut:

  • Khawatir, gelisah, panik
  • Jantung berdebar lebih kencang
  • Nafas sesak, pendek, berat
  • Asam lambung naik, perut mual, kembung, diare
  • Kepala pusing, berat, terasa ringan
  • Kulit terasa gatal, kesemutan
  • Otot otot terasa tegang dan nyeri
  • Gangguan tidur (sulit tidur/insomnia)
  • Takut mati, takut kehilangan kontrol

Sementara itu, menurut Dokter dari divisi psikosomatik dan paliatif FKUI-RSCM, Hamzah Shatri, COVID-19 varian Omicron juga sangat berhubungan dengan peningkatan gangguan psikosomatik.

"Gangguan ini dapat terjadi pada mereka yang terinfeksi virus maupun yang tidak. Rasa khawatir akan tertular, khawatir mengenai stigma, pengalaman pandemi, isolasi sosial merupakan beberapa faktor yang dapat menimbulkan gangguan psikosomatik saat pandemi," ujarnya, pada simposium awam bertajuk “Manajemen Panik Akibat COVID-19 Varian Omicron dengan Telemedicine”  yang dilihat Indozone di kanal YouTube Medicine UI, Sabtu (19/2/2022). 

Gangguan psikosomatik sendiri merupakan keluhan fisik (somatik) yang timbul atau dipengaruhi oleh pikiran atau emosi (psikis).

Gangguan psikosomatik terbagi dua, yaitu psikis dan somatik. Gangguan psikis meliputi gangguan cemas (ansietas), depresi, gangguan tidur, dan fatigue (lelah) akut maupun kronis.

Gangguan psikis akan merasakan keluhan seperti sakit kepala, pusing, jantung berdebar-debar. Lebih lanjut, gangguan ini dapat memicu kambuhnya penyakit somatik seperti maag, hipertensi, serangan jantung, dan stroke.
 
Parahnya, menurut Hamzah pengabaian masalah psikosomatik akibat pandemi dapat memperparah kondisi tubuh sehingga gangguan ini perlu segera ditangani. 
 
Untuk itu dia menyarankan beberapa opsi terapi nonfarmakologi, di antaranya psikoterapi suportif, seperti perawatan diri, terapi relaksasi, cognitive behaviour therapy, dan olahraga.

"Masalah psikis bukanlah masalah kecil. Diperlukan dukungan psikologis dan sosial, baik untuk masyarakat, keluarga, maupun individu,” pungkasnya.
 

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

X