Minyak Goreng Langka Akibat Panic Buying, Begini Alasan Psikologi di Balik Perilaku Ini

- Sabtu, 29 Januari 2022 | 13:09 WIB
Warga membeli minyak goreng kemasan di salah satu pusat perbelanjaan di Kudus, Jawa Tengah (Ilustrasi/ ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho)
Warga membeli minyak goreng kemasan di salah satu pusat perbelanjaan di Kudus, Jawa Tengah (Ilustrasi/ ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho)

Minyak goreng satu harga yang dibanderol Rp14 ribu per liter mulai mengalami kelangkaan. Hal ini memicu keluhan dari masyarakat di beberapa daerah terdampak.

Hingga saat ini banyak Ibu Rumah Tangga (IRT) yang mengaku masih belum kebagian minyak goreng murah tersebut. Padahal program minyak goreng satu harga ini sudah berlangsung sejak seminggu lalu. 

Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tata Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan, Veri Anggrijono mengatakan kelangkaan tersebut dikarenakan adanya fenomena panic buying dari masyarakat.

Namun bagaimanakah panic buying bisa terjadi di masyarakat? Benarkah fenomena ini ada kaitanya dengan sisi psikologi seseorang?

Mengutip dari NCBI, panic buying adalah aksi memborong sesuatu karena ketakutan yang berlebihan. Ketakutan di bermakna khawatir bahwa barang tersebut tidak lagi bisa didapatkan, baik karena tidak kebagian, harganya tiba-tiba melambung, kelangkaan dan sebagainya.
Baca juga: Minyak Goreng Ramai Diburu, Ini Sederet Manfaatnya untuk Kesehatan
Fenomena panic buying sendiri sudah terjadi dalam banyak hal. Misalnya saat awal-awal pandemi lalu, ketika masker dan hand sanitizer mengalami kelangkaan karena orang sangat khawatir terhadap ancaman COVID-19. 

Begitu juga setelahnya, ketika produk medis dan makanan seperti vitamin, obat, sampai susu juga langka. Semua disebabkan karena ketakutan atau kekhawatiran yang berlebihan.

Hal ini lantas menjelaskan bahwa panic buying bisa dijelaskan dari segi psikologis. Nah mengutip dari Psychology Today, berikut beberapa alasan psikologi di balik panic buying yang kerap terjadi.

1. Keputusan emosional

Saat mengambil suatu keputusan, ada dua cara berpikir yang biasa digunakan, yakni secara logis dan emosional. Pada kasus panic buying tentu saja yang dipakai ialah sisi emosional. 

Pikiran logis tentu memberitahu kita untuk tidak perlu beli terlalu banyak barang. Tapi, otak emosional pertimbangannya lebih baik aman punya dulu daripada menyesal kemudian.

Akibatnya kita akan mengikuti kemauan untuk membeli barang terlalu banyak dan tidak memikirkan nasib orang lain.

Selain itu, pikiran emosional sangat sangat selaras dengan citra visual. Sehingga ketika bertebaran foto atau video berita orang jamak membeli atau memborong sesuatu, tanpa sadar pikiran emosional juga terdorong melakukannya.

2. Kecemasan antisipatif

Alasan panic buying lainnya yakni kecemasan antisipatif atau ketakutan yang sebenarnya belum tentu kejadian.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

10 Dampak Negatif Polusi Udara Terhadap Kesehatan

Selasa, 26 Maret 2024 | 06:20 WIB
X