Hadapi Covid-19 di Italia, Ini Kisah Marco Pavesi Ahli Anastesi

- Jumat, 20 Maret 2020 | 13:03 WIB
Ilustrasi virus corona (REUTERS/Dado Ruvic)
Ilustrasi virus corona (REUTERS/Dado Ruvic)

Virus corona yang mewabah hampir ke seluruh negara menjadi kekhawatiran masyarakat. Salah satu negara yang juga terkena virus corona terbanyak ialah Italia.

Seorang dokter anestesi di Policlinico San Donato, Milan, Marco Pavesi, yang merupakan bagian dari Lombardy, pusat penanganan wabah virus corona, menceritakan kisahnya.

Ketika pertama kali virus corona muncul di Italia pada 21 Februari, di rumah sakit yang berspesialisasi bedah jantung, menawarkan bantuan merawat pasien Covid-19. Bekerja sama dengan rumah sakit lainnya, mereka membentuk semacam gugus tugas dari dokter ICU untuk dikirim ke rumah sakit "zona merah", dikutip dari NYTimes.

Pavesi yang selama ini belum pernah berurusan langsung dengan pasien virus corona, tentu membuatnya sedikit panik. Pavesi sendiri menghabiskan sebagian besar waktunya di meja operasi.

Tapi suatu hari di pertengahan Februari, ia harus menganestesi seorang pria lansia untuk pengangkatan tumor dan operasi berjalan dengan lancar, setelah 4 jam ia terbangun tanpa rasa sakit.

"Namun, seminggu kemudian, gejala seperti demam tinggi dan batuk mulai terlihat. Tak lama menjadi pneumonia. Saat ini, ia dalam perawatan intensif, diintubasi (alat pernapasan bantuan), dan dalam kondisi kritis. Dia pun menjadi nomor tanpa nama, salah satu yang mewakili situasi buruk saat ini," katanya.

Dalam situasi seperti ini, semua jadwal operasi ditunda, kini ranjang di ruangan ICU di rumah sakit untuk penanganan pasien Covid-19.

Sejak Selasa 17 Maret pasien bertambah banyak, sudah ada 31.506 kasus, 2.941 sembuh, dan 2.503 meninggal. Lombardy daerah yang paling banyak mengalami kasus ini yakni 16.220 kasus dengan 1.640 kematian, 879 di rawat intensif, bertambah 56 dari hari sebelumnya, dan 2.485 dinyatakan sembuh.

Banyak pasien yang harus ditangani membuat petugas kesehatan kelelahan. Untungnya, Lombardy dan pemerintah negara mengadopsi tindakan penahanan agresif 10 hari yang lalu. Pada akhir minggu ini, setelah 15 hari, masa inkubasi infeksi, akan melihat apakah tindakan tersebut telah efektif. Hanya dengan demikian barulah bisa melihat penyebaran virus yang melambat.

"Ada spekulasi bahwa dokter mungkin terpaksa memutuskan siapa yang akan diobati, sehingga meninggalkan beberapa tanpa perawatan. Namun tidak semua dokter seperti itu," ujar Pavesi.

Menurutnya jika pasien yang terinfeksi tidak berkurang, maka tenaga kesehatan juga tidak akan cukup untuk merawat semua pasien.

Meski begitu semua tenaga kesehatan punya semangat pengorbanan yang luar biasa, karena mereka sadar bahwa saat ini mereka sangat dibutuhkan.

Bahkan membuat mereka kelelahan dan stres, serta juga ada yang tertular virus tersebut sehingga harus mendapatkan perawatan.

Dalam kasus ini, jika respons populasi tetap tenang, tidak ada 'panic buying', dan menaati peraturan 'social distance' yang diberlakukan pemerintah, tindakan pencegahan virus corona akan berhasil melawan virus corona.

Halaman:

Editor: Administrator

Terkini

Hindari 4 Makanan ini Saat Kamu Anemia!

Selasa, 23 April 2024 | 16:00 WIB

Simak Gejala Sifilis yang Penting untuk Diwaspadai!

Minggu, 21 April 2024 | 19:13 WIB
X