Belakangan viral di media sosial Twitter kata kidult. Fenomena ini kerap dikaitkan dengan kondisi orang dewasa yang gemar membeli mainan, padahal faktanya kidult tidak sebatas itu.
Pengamat psikososial dan budaya Dr Endang Mariani, MPsi, dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia, kidult merupakan kondisi seseorang yang enggan menjadi dewasa dengan menghindari tanggung jawab.
Lantas, benarkah kidult ini termasuk gangguan psikologis?
Menurut Endang, fenomena kidult ini tidak termasuk gangguan psikologis. Sebab, kidult juga termasuk salah satu cara membahagiakan diri atau cara mengapresiasi diri dengan membeli mainan.
Baca juga: Perbedaan Serial Alice In Borderland vs Squid Game, Permainan dan World Buildingnya
"Menurut saya ini bukan ya (gangguan psikologis) tapi kalau kondisi ini sudah mengganggu tanggung jawab sosial dan menjadi adiktif, segera harus bertemu profesional," katanya saat dihubungi Indozone, Minggu (1/1/2022).
Jika seorang dewasa gemar membeli mainan tetapi tanggung jawab sosialnya seperti harus menghidupi diri dengan bekerja, menurut Endang, itu merupakan hal yang wajar.
Dis! Mungkin mereka waktu kecil sangat menginginkannya namun tdk mampu untuk membelinya. Hingga keinginan tsb tercapai saat dewasa dan mampu mencari nafkah sendiri pic.twitter.com/J3vsnKSUaO
— AREA JULID (@AREAJULID) December 24, 2022
Tetapi jika membeli mainan malah memberatkan dirinya seperti malah berutang, menjadi adiktif ataupun berperilaku negatif, itu yang perlu menjadi perhatian.
Baca juga: Mengenal Istilah Kidult, Bukan Sebatas Fenomena 'Balas Dendam' Orang Dewasa Beli Mainan
"Kalau menurut saya, orang dewasa membeli mainan anak-anak untuk kesenangan pribadi, itu wajar-wajar saja. Kecuali dia menolak tanggung jawab sosial, nggak mau terbebani oleh fungsi dan perannya sebagai orang dewasa karena gemar membeli mainan, itu yang menjadi perhatian," imbuhnya.
Adapun membeli mainan berkaitan erat dengan kebiasaan anak-anak. Sehingga banyak yang mengaitkan fenomena orang dewasa membeli mainan, sebagai cara 'balas dendam' usia kanak-kanak.