Sejarah LGBTQ yang Kini Benderanya Berkibar di Kedubes Inggris, Dulu Disebut Gender Ketiga

- Selasa, 24 Mei 2022 | 19:40 WIB
 Aktivis LGBT Kuba berpartisipasi dalam demonstrasi tahunan menentang homofobia dan transfobia di Havana, Kuba 11 Mei 2019. (REUTERS/Stringer)
Aktivis LGBT Kuba berpartisipasi dalam demonstrasi tahunan menentang homofobia dan transfobia di Havana, Kuba 11 Mei 2019. (REUTERS/Stringer)

Isu-isu menyangkut lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) selalu berhasil menyita perhatian publik, khususnya di Indonesia.

Betapa tidak, di negara Pancasilais religius ini, orientasi seksual yang tidak heterogen dianggap sebagai dosa besar.

Teranyar, isu LGBT kembali mencuat setelah Kedutaan Besar (Kedubes) Inggris di Indonesia mengibarkan bendera LGBT di kantor mereka di Jalan Patra Kuningan Raya, Kuningan Timur, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan.

-
Bendera LGBT dikibarkan di halaman Kedubes Inggris di Jakarta. (Instagram/ukinindonesia)

Bendera LGBT dikibarkan berdampingan dengan bendera Union Jack di halaman kantor Kedubes Inggris pada 17 Mei 2022, bertepatan dengan hari anti-homofobia.

WHO sendiri telah menghapus homoseksualitas dari klasifikasi internasional tentang penyakit pada 17 Mei 1990.

Sejarah LGBT

-
Aktivis LGBT Kuba saling berciuman saat berpartisipasi dalam demonstrasi tahunan menentang homofobia dan transfobia di Havana. (REUTERS/Stringer)

Homoseksualitas sendiri sudah ada sejak dahulu kala. Istilah LGBT sendiri baru muncul sejak era 1990-an, menggantikan frasa "komunitas gay".

Dalam perkembangannya, LGBT ditambahkan dengan Q menjadi LGBTQ pada tahun 1996, dengan Q sebagai akronim dari Queer.

Q dipakai untuk mewakili orang-orang yang masih mempertanyakan identitas seksual mereka. 

Dikutip dari Wikipedia, sebelum revolusi seksual pada tahun 1960-an, tidak ada kosakata non-peyoratif untuk menyebut kaum yang bukan heteroseksual. Istilah terdekat adalah "gender ketiga", yang telah ada sejak tahun 1860-an, namun tidak diterima secara luas.

Istilah pertama yang banyak digunakan, yakni "homoseksual", dianggap mengandung konotasi negatif dan cenderung digantikan oleh "homofil" pada era 1950-an dan 1960-an, kemudian "gay" pada tahun 1970-an.

Frasa "gay dan lesbian" menjadi lebih umum setelah identitas kaum lesbian semakin terbentuk.

Pada tahun 1970, Daughters of Bilitis menjadikan isu feminisme atau hak kaum gay sebagai prioritas. Maka, karena kesetaraan didahulukan, perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan dipandang bersifat patriarkal oleh feminis lesbian. Banyak feminis lesbian yang menolak bekerja sama dengan kaum gay. 

Lesbian yang lebih berpandangan esensialis merasa bahwa pendapat feminis lesbian yang separatis dan beramarah itu merugikan hak-hak kaum gay.

Selanjutnya, kaum biseksual dan transgender juga meminta pengakuan dalam komunitas yang lebih besar.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

8 Arti Ular Masuk Rumah Menurut Primbon Jawa

Senin, 15 April 2024 | 12:00 WIB
X