Seorang ketua RT di Bintaro bernama Pak Wawan menceritakan sosok Nyai Simol, salah satu warga Bintaro yang memiliki kemampuan Supranatural dan mampu berkomunikasi dengan 'penghuni' lain.
Nyai Simol selalu memberi peringatan jika akan terjadi sesuatu, termasuk peristiwa tabrakan kereta api di Bintaro pada tahun 1987 atau lebih dikenal dengan tragedi Bintaro 1987.
"Apa yang diucapkan sama Nyai Simol itu betul terjadi karena beliaulah orang yang paham dengan Bintaro dan juga dia sering berkomunikasi dengan roh-roh," kata Pak Wawan, seperti yang dilihat Indozone di kanal YouTube Lentera Malam.
Pak Wawan menceritakan kala itu suara tabrakan seperti bunyi dentuman bom sampai membuat warga kaget. Begitu tahu terjadi tabrakan, warga pun gotong royong mengangkut para korban.
Diceritakan Pak Wawan, proses evakuasi adu kambing kereta api tersebut sampai memakan waktu 2 hari karena gerbongnya menyatu dan sulit dipisahkan akibat tabrakan hebat.
Pak Wawan sendiri merupakan salah satu warga setempat yang ikut membantu evakuasi korban tabrakan kereta api ke gor tempat penampungan.
Berdasarkan kesaksian Pak Wawan, kala itu banyak barang berharga para korban berceceran, namun semua warga hanya fokus membantu proses evakuasi.
Pak Wawan kemudianbercerita bahwa dulunya tidak warga yang berani keluar setelah maghrib karena suasana menjadi mengerikan usai banyaknya mayat yang diangkut.
Kondisi mayat tanpa kepala
Kala itu, kondisi penumpang korban tabrakan kereta api di Bintaro sangat mengenaskan. Beberapa penumpang ditemukan tanpa kepala. Hal itu pun sempat membuat warga kebingungan saat evakuasi.
Bagi mereka yang tidak memiliki mental kuat lebih memilih mengangkut tubuh korban yang masih utuh. Meski demikian, tubuh korban tetap penuh luka dan sobek akibat benturan yang cukup keras.
Pasca terjadinya tragedi Bintaro I, para warga setempat mengaku seringkali mengalami kejadian mistis.
Tragedi Bintrao yang terjadi pada 19 Oktober 1987 itu diketahui telah menewaskan sekitar 156 orang dan ratusan lainnya mengalami luka serius.
Kecelakaan ini tercatat sebagai peristiwa maut dan terburuk dalam sejarah perkeretaapian di Indonesia.
