Di era kekuasaan Ratu Victoria, pasangan suami istri (pasutri) kurang mampu akan sangat kesulitan ketika hendak bercerai.
Pasalnya biaya perceraian kala itu sangat mahal. Belum lagi sifat rumit dari hukum Inggris, yang membuat istri kesulitan berpisah secara sah dari pasangannya dan kembali ke status ‘feme solo.’
Alhasil kala itu praktik ‘lelang istri’ sangat marak terjadi.
Dikutip dari History, kasus penjualan istri pertama yang tercatat terjadi pada tahun 1553 M. Namun, beberapa sejarawan berpendapat bahwa praktik itu jauh lebih tua dan berasal dari Anglo-Saxon, dimulai pada abad ke-11 atau ke-12.
Kala itu banyak orang di kelas bawah tidak mampu membayar biaya perceraian, sehingga menjual istri dipandang sebagai alternatif terbaik, tidak hanya bagi suami, tetapi juga istri.
Baca juga: Bukan Mudah, Bercerai di Abad Pertengahan Harus degan Duel Sampai 'Maut' Memisahkan
Lelang Istri Mirip Lelang Ternak
Mirisnya, tata cara jual beli istri sangat mirip dengan jual beli ternak. Sebelum pelelangan, sang suami biasanya akan memasang iklan di surat kabar lokal yang secara jujur mencantumkan kebajikan serta hal terburuk dari sang istri.
Kemudian, pada hari pelelangan, setelah membayar tol pasar seperti pedagang lainnya, sang istri sering kali digiring dengan tali pengikat di lehernya, seolah-olah dia adalah hewan ternak.
Selanjutnya istri akan dibawa berjalan-jalan di sekitar pasar di mana calon pelamar bisa melihat lebih dekat.
Tawar menawar juga boleh dilakukan dengan mencakup item non-moneter.
Setelah tawar menawar resmi, kadang-kadang ada juga pengacara yang disewa untuk membuat kontrak yang menguraikan transfer hukum, atau pihak yang berkepentingan menerima tanda terima dari pengumpul pasar.
Kebaikan untuk Istri
Terlepas dari perlakuan yang merendahkan, para istri secara krusial diizinkan memveto dan diizinkan untuk menolak pembelinya jika dia tidak menyukainya.
Dalam hal ini, seorang suami dapat mengeluarkannya dari penjualan, menurunkan harganya, dan menerima tawaran dari pria lain yang tertarik.
Hak penting ini sebenarnya membantu perempuan, yang akhirnya diberikan pilihan dan beberapa keuntungan tawar-menawar yang tidak tersedia bagi mereka melalui prosedur hukum yang ada.