Lika-Liku Perubahan Teks Pancasila, Sempat Jadi Perdebatan pada Kata 'Syariat Islam'

- Rabu, 1 Juni 2022 | 15:00 WIB
Situasi perancangan dasar negara Indonesia yang melahirkan Pancasila. (Wikipedia)
Situasi perancangan dasar negara Indonesia yang melahirkan Pancasila. (Wikipedia)

Hari lahirnya Pancasila diperingati setiap tanggal 1 Juni, dimana dalam proses perumusan dasar negara tersebut melalui lika-liku yang cukup panjang hingga akhirnya menjadi teks yang utuh dan dikenal dengan nama Pancasila.

Rumusan Pancasila selama ini dikenal merupakan gagasan dari Presiden Indonesia pertama, Ir. Soekarno. Hingga pada keputusannya, BPUPKI selaku panitia yang mempersiapkan kemerdekaan Indonesia membentuk panitia sembilan untuk menyelesaikan persoalan dasar negara tersebut.

Baca Juga: Harlah Pancasila, Ketua DPR: Pancasila Memuliakan Manusia dan Mendamaikan Dunia

Dikutip dari Antaranews, panitia sembilan mengangkat isi dari Piagam Jakarta menjadi dasar negara Indonesia. Namun, tak semudah membalikkan telapak tangan, melainkan timbul adanya perdebatan dari isi Piagam Jakarta tersebut lantaran mengandung kata 'Syariat Islam'.

Kata 'Syariat Islam' semula dijadikan pada sila pertama yang merupakan isi dari Piagam Jakarta lantaran sejumlah pembicara dalam sidang BPUPKI dari kalangan Islam, seperti Ki Bagoes Hadikoesoemo, menilai bahwa kemerdekaan Indonesia diraih juga berkat perjuangan umat Islam.

"Tak akan ada nation Indonesia tanpa umat Islam. Lebih dari itu, karena kalangan nasionalis Indonesia yang berjuang dalam lingkup nasional yang mula pertama memang berwatak Islam," demikian pernyataan Ki Bagoes, seperti dikutip dari buku yang ditulis Hamka Haq.

Argumen ini pun menjadi perdebatan dan sempat disanggah oleh sejumlah anggota lainnya lantaran melihat keadaan warga Indonesia yang tidak hanya memeluk agama Islam.

Oleh karena itu, dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada 18 Agustus 1945, diputuskan untuk melakukan perubahan pada sila pertama dari yang ditulis dalam Piagam Jakarta.

Kalimat "Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya" pun mengalami perubahan dengan menghapus tujuh kata dan menyisakan kalimat "Ketuhanan Yang Maha Esa".

"Sesungguhnya tujuh perkataan itu hanya mengenai penduduk yang beragama Islam saja, pemimpin-pemimpin umat Kristen di Indonesia timur keberatan kalau tujuh kata itu dibiarkan saja, sebab tertulis dalam pokok dari pokok dasar negara kita, sehingga menimbulkan kesan seolah-olah dibedakan warga negara yang beragama Islam dan bukan Islam," demikian penjelasan Muhammad Hatta.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

8 Arti Ular Masuk Rumah Menurut Primbon Jawa

Senin, 15 April 2024 | 12:00 WIB
X